Rabu, 07 Januari 2009

ARKEOLOGI DAN KEJADIAN: Apa yang ditunjukkan oleh catatan alkitab

Satu abad lalu Charles Darwin memberikan alternatif terhadap catatan alkitab tentang penciptaan. Kira-kira pada saat yang sama, Karl Marx mempopulerkan penggunaan teori materialisme, yang menyatakan bahwa hal tersebut selalu ada dan tidak memerlukan Pencipta. Hal ini memberikan alternatif bagi pengikutnya selain meyakini Allah. Kemudian kritisisme literaris memfokuskan pandangan pada alkitab dan perlahan mulai mencoba memilah-milah menjadi beberapa bagian. Kritik literaris mengklaim bahwa alkitab dipenuhi dengan mitos dan yang paling baru, alkitab sendiri dianggap memiliki asal-usul dari mitos.

Sebagaimana seorang cendekia menjelaskan, manusia mulai lebih berpikir tentang diri sendiri dibandingkan Tuhan, sebagai pusat dari alam semesta. “Ide tentang evolusi telah menguasai pemikiran dewasa ini, dan dianggap merupakan kunci terbaik untuk melengkapi pemahaman tentang sejarah alam. Agama didiskusikan dari sudut pandang keuntungan subjektifnya bagi manusia. Segala kemungkinan dari pewahyuan oleh Allah dikurangi, dan sisi religius dari manusia telah dijelaskan dengan menggunakan proses alami … Mereka menyimpulkan bahwa agama Israel pasti dikembangkan dengan jalur yang sama.” (A. Noordtzy, Bibliotheca Sacra, Vol. 98-99, pp. 388-390, 1940-41).

Ketika memasuki abad 20, meningkatnya kritik mengikis keyakinan terhadap kebenaran literal dari catatan alkitab. Kemudian data serangkaian penemuan arkeologis. Arkeologi dimulai pada abad 19 namun dilakukan dengan kekuatan penuh pada abad 20. Kritik terhadap akurasi sejarah dalam alkitab dikonfrontasikan dengan bukti fisik yang memberikan bukti tentang kebenaran catatan-catatan tertentu.

Sebagai dikatakan seorang penulis bernama John Elder, studi arkeologi banyak berkaitan dengan petunjuk untuk pertimbangan, dalam pikiran banyak orang, untuk kembali meyakini kredibilitas alkitab. “Sedikit demi sedikit, satu persatu kota, satu persatu peradaban, satu persatu kebudayaan, yang dapat diingat hanya melalui alkitab, direstorasi ke tempat yang seharusnya dalam sejarah kuno melalui studi arkeologi … tidak satupun penemuan arkeologi menyangkal alkitab sebagai sumber catatan sejarah” (Prophets, Idols and Diggers, 1960, p. 16).

Dalam artikel ini akan dilihat beberapa penemuan yang mengejutkan dari dua abad terakhir dan menunjukkan bagaimana bukti fisik mengkonfirmasi aspek-aspek dalam catatan alkitabiah.
Ketika Lukas menuliskan kitab yang dinamakan menurut namanya, dia secara berhati-hati meletakkan bukti berkaitan dengan Yesus Kristus dan mujizatnya, termasuk kebangkitanNya. Dia ingin catatannya sesuai dengan ketelitian yang dituntut oleh mereka yang meragukan. Lukas mengatakan bahwa dia bermaksud menulis “sebuah catatan yang rapi” (Lukas 1:1-4) sehingga pembacannya dapat “mengetahui kepastian dari seluruh hal sebagaimana diperintahkan kepadamu” (emphasis added throughout).

Lukas kemudian melangkah lebih lanjut untuk memperkaya catatannya dengan penyebutan referensi sejarah, misalnya, tentang ke-sebaya-an antara pemegang peraturan agama Yahudi dan penguasa Kekaisaran Roma. (Lukas 1:5; 2:1).

Karena begitu banyaknya jumlah penemuan, tidak seluruh bukti dijabarkan disini. Akan tetapi, beberapa penemuan utama yang menguatkan bagian dari catatan alkitab dalam Kejadian akan didiskusikan disini.

Segel Godaan

Pada jaman kuno segel digunakan untuk mensertifikasi dokumen, untuk menunjukkan otoritas, dan kadangkala digunakan sebagai jimat. Segel pada jaman awal dibuat dari tanah liat yang dikesankan dengan menggunakan tanda atau tulisan, dan beberapa diantaranya menjadi keras karena waktu atau terbakar ketika api membakar kota. Karena dibuat dari tanah liat, segel tersebut terselamatkan lebih lama dibandingkan dengan apa yang tertulis dengan menggunakan papirus atau perkamen.

Arkeologi menetapkan menetapkan umur dari segel yang ditemukan dimana beberapa diantaranya berusia lebih dari 5000 tahun. Penemuan tersebut merupakan beberapa diantara sedikit material yang mampu bertahan yang memberikan bukti yang menegaskan keyakinan manusia pada awal mula peradaban. Segel tersebut telah membuka tabir yang memberikan konfirmasi tentang beberapa catatan alkitab, termasuk beberapa dalam Kejadian.

Bab pertama dari kitab Kejadian mencakup penciptaan manusia dan godaan yang membuat Adam jatuh dalam dosa. Allah telah memberikan hukum tertentu kepada Adam dan menjelaskan konsekuensi jika dilanggar. “TUHAN berkata kepada manusia itu, ''Engkau boleh makan buah-buahan dari semua pohon di taman ini, kecuali dari pohon yang memberi pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat. Buahnya tidak boleh engkau makan; jika engkau memakannya, engkau pasti akan mati pada hari itu juga.” (Kejadian 2:16-17).

Kejadian menggambarkan penggoda, Setan, mempengaruhi Hawa dan kemudian Hawa mempengaruhi suaminya, Adam, untuk melanggar hukum Pencipta. Allah telah berkata kepada Adam dan Hawa bahwa mereka akan mati jika mereka makan buah dari pohon tersebut. Tetapi ular berkata kepada Hawa, “Itu tidak benar; kalian tidak akan mati.” Jadi Hawa kemudian mengambil buah itu, merasakan bahwa rasa buah itu nikmat, kemudian menawarkan kepada suaminya, dan “Adam memakannya.” (Kejadian 3:1-6).

Apakah catatan ini hanyalah mitos? Banyak kritik menganggapnya demikian. Arkeologi telah berhasil menggali, bukan di wilayah Israel dalam alkitab, tetapi di wilayah peradaban paling kuno yang dikenal, Sumeria; sebuah segel yang menggambarkan serangkaian kejadian yang dijelaskan dalam kitab Kejadian. Penemuan ini, dikenal sebagai Segel Godaan (Temptation Seal), sekarang berada di British Museum. Benda itu diperkirakan dibuat pada milenium ketiga sebelum masehi, sekitar 5000 tahun yang lalu. Artifak ini menunjukkan seorang laki-laki dan wanita memandang sebuah pohon, dan di belakang wanita tersebut ada seekor ular. Catatan Kejadian tentang godaan tersebut diyakini dibuat oleh penulis Yahudi, tetapi grafik yang menggambarkan even dalam kitab Kejadian ini telah ada ribuan tahun yang lalu sebelum kritik terhadap kitab Kejadian ini dituliskan.

Artifak ini, salah satu dari catatan awal yang bertahan, menunjukkan bahwa manusia mengetahui inti dari insiden godaan tersebut, dan tidak hanya dari catatan alkitab yang tertulis di kitab Kejadian.

Segel Adam dan Hawa

Segel Sumeria lainnya, tertanggal 3500 SM dan sekarang ditempatkan di museum Universitas Pennsylvania, menunjukkan even yang terjadi setelah laki-laki dan perempuan memakan buah terlarang. Segel ini menggambarkan figur laki-laki dan perempuan tersebut, bersujud dalam rasa malu, diusir keluar, diikuti oleh seekor ular. Segel ini juga menjelaskan cerita tentang pengusiran dari Taman Eden: “ … Maka TUHAN Allah mengusir manusia dari taman Eden dan menyuruhnya mengusahakan tanah yang menjadi asalnya itu.” (Genesis 3:23).
Sulit menjelaskan apa yang digambarkan oleh tiga figur tersebut, yang terukir pada sebuah segel dari jaman permulaan manusia purba, selain sebagai penggambaran tentang catatan dalam Kitab Kejadian.

ARKEOLOGI DAN KOTA DAUD

Mungkin lebih dari disiplin akademis lainnya, arkeologi memperluas pemahaman kita tentang catatan sejarah dalam alkitab. Arkeolog telah menemukan beberapa dari artifak spektakuler dalam Kota Daud, sebuah area seluas 12 mil persegi di bagian tenggara Yerusalem sekarang ini.
Dari investigasi paling awal yang dilakukan oleh orang Amerika bernama Edward Robinson pada 1838, hingga penggalian ekstensif dibawah arahan Yigal Shiloh dari 1978 hingga 1982, arkeologi secara progresif dan dramatis memberikan konfirmasi terhadap catatan alkitab baik untuk Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru.

Kota Daud sendiri hanya mengandung sedikit material dari masa Daud aktual yaitu jaman besi I dan II. Hingga sekarang, penggali belum berhasil mengangkat material bukti untuk Kuil Penyembahan Salomo.

Catatan arkeolog tentang Yerusalem di akhir abad 11 dan awal abad 10 SM kurang banyak mendukung sebagaimana diharapkan. Bahkan produk penggalian yang paling layak dicatat di Yerusalem yang umum disebut sebagai Menara Daud, digali oleh R.A.S. Macalister pada 1920an, mengandung titel yang dapat dengan mudah menyesatkan. Meskipun nama menara tersebut berhubungan dengan struktur terkenal dari jaman monarki Israel, pada kenyataannya hanya merupakan bagian terbawah dari periode Daud. Sebagian besar bangunan berkubu tersebut menunjuk pada periode Maccabe sekitar abad 2 SM.

Pekerjaan arkeologi lainnya secara meyakinkan mencatat sejarah dalam alkitab. Khususnya, tokoh arkeologi alkitabiah tertua Inggris, Kathleen Kenyon, mengungkapkan fitur arkeologi penting dari masa Daud. Pada 1961 penggaliannya berhasil mengekspos sebagian dari tembok Jebusite yang mengelilingi Yerusalem ketika Daud mengambil alih kota tersebut mendekati akhir abad 11 SM. (lihat2 Samuel 5:6, 7).

Pejuang Gerilya

Relevan dengan episode yang sama, penemuan lain dari beberapa arkeolog yang telah melalui pengujian mendukung spekulasi yang mengagumkan terhadap catatan Yoab yang masuk ke Yebusit Yerusalem secara diam-diam. Even yang berkaitan dengan kitab 2 Samuel 5, terjadi mendekati masa berkuasanya Daud yang memimpin 12 suku Israel. Daud menawarkan hadiah bagi orang yang mengambil alih Yerusalem dengan menjadikannya pemimpin tentara Israel. Keponakan Daud sendiri, Yoab, sepertinya akan memperoleh kedudukan ini dengan membuka pintu masuk ke dalam kota melalui tsinnor, yang secara bebas diartikan sebagai selokan (ayat 8) dalam the King James Version of the Bible dan "terowongan air" dalam the New King James Version.

Referensi ini sangat mungkin menggambarkan saluran/terowongan air bawah tanah Yebusite pada 1867 oleh seorang kapten berkebangsaan Inggris Charles Warren. Yoab mungkin juga menemukan pintu masuk bawah tanah yang mengarah ke saluran tersebut, kemudian menyusurinya untuk memperoleh jalan masuk ke kota. Untuk mendemonstrasikan kemungkinan prestasi tersebut, salah satu anggota misi Capt. Montague Parker (1909-1911) menuruni saluran air tersebut. Meskipun arkeolog masih belum bisa memastikan bahwa mereka telah menemukan saluran yang tepat, perpaduan antara catatan alkitab dan fitur geologis tertentu dari kota tersebut memunculkan kemungkinan yang menarik.

Fitur utama lainnya, tidak termasuk atraksi turis populer, dibawah Kota Daud adalah terowongan Hizkia. Terowongan bawah tanah ini berhubungan dengan kekuasaan Raja Yehuda pada abad 8 SM dan reformer keagamaan Hizkia (2 Raja-raja 20:20; 2 Chronicles 32:2-4). Edward Robinson adalah orang pertama dalam jaman modern yang mengeksplorasinya. Berikutnya banyak orang seperti sarjana dan turis yang mengikuti jejak Robinson.

Sekali lagi, bukti adalah subjek untuk interpretasi, tetapi terowongan mungkin menjadi bagian respon defensif yang komprehensif untuk invasi Assyria pada akhir abad 8, pertama dari bagian paling utara dari Kerajaan Israel dan terakhir kerajaan Yehuda. Kampanye militer terakhir dideskripsikan dalam 2 Raja-raja 18:9-19:37 dan Yesaya 36, 37. Penemuan dari penggalian Nahaman Avigad pada 1970 secara umum dianggap sebagai bukti dalam 2 Tawarikh 32:5, menggambarkan pekerjaan yang signifikan tentang tembok kota pada abad 8. Keresahan Hizkia tentang sebuah ancaman militer yang akan datang dibuktikan dengan bekas tembok kota yang diperluas hingga ke bagian selatan dan barat, yang melebihi batas dari Kota Daud (Yesaya 22:9-11).

Perluasan tembok ini menunjukkan bahwa populasi Yerusalem membengkat pada tahun-tahun sebelum invasi Assyria terhadap Yehuda. Tidak diragukan bahwa pengembangan tersebut merupakan akibat dari masuknya pengungsi dari Kerajaan Utara yang jatuh ke dalam Yerusalem. Mungkin beberapa orang Yahudi juga meninggalkan daerah pedalaman kerajaan untuk mencari rasa aman di ibukota.

Dalam hal ini masuk akal jika Hiskia, mengantisipasi pembantaian oleh Assyria, mengambil keputusan untuk memastikan suplai air terhadap Yerusalem dipersiapkan sebagai bagian dari kesiagaan. Dan dia harus melakukannya, karena tentara Assyrian dibawah Raja Sanherib membanjiri kerajaan. Menurut catatan alkitab dan silinder Taylor (tablet tanah liat berbentuk silinder dari arsip Sanherib bertuliskan tentang sebuah versi serangan terhadap Yerusalem), Hizkia mendapati dirinya, meski sementara, terjebak seperti seekor burung dalam sangkar.

Penemuan Inkripsi

Terowongan yang berkelok-kelok itu sendiri berawal dari mata air Gihon di bagian luar tembok di sebelah timur laut Kota Daud, dan masuk sedalam 1,750 kaki sebelum muncul ke permukaan di Kolam Siloam. Jelas bahwa pekerja Hizkia mengkonstruksi keajaiban teknis ini dengan menggali terowongan dari masing-masing ujung dan mempertemukan di tengahnya. Untuk mengenang pencapaian landmark seperti itu, beberapa orang meninggalkan inskripsi dalam bahasa Ibrani diatas tembok batu di dekat titik pertemuan penggalian tersebut.

Ketika ditemukan di dekat Kolam Siloam tahun 1880, hampir seluruh bagiannya terpelihara. Inkripsi Siloam ini, sekarang dipindahkan ke Museum of Ancient Orient di Istanbul, bertuliskan:
“Ketika terowongan diarahkan. Dan ini adalah cara dimana terowongan tersebut digali: ketika … masih … kapak, masing-masing orang kepada temannya, dan ketika masih tersisa tiga cubit untuk digali, terdengar suara seorang pria memanggil temannya, karena terjadi overlap di batu sebelah kanan dan kiri. Dan ketika terowongan digali, penggali membelah batu, satu sama lain saling bertemu, kapak bertemu kapak; dan air mengalir dari mata air ke kolam penampungan seukuran 1.200 cubit, dan tinggi dari batu kira-kira setinggi kepala penggali yaitu 100 cubit”

Alkitab yang secara jelas merujuk pada penggalian ini menyatakan: “Kisah lainnya mengenai Raja Hizkia, mengenai jasa-jasa kepahlawanannya, dan bagaimana ia membuat kolam dan saluran air untuk menyalurkan air ke kota, semuanya dicatat dalam buku Sejarah Raja-raja Yehuda.” (2 Raja-raja 20:20).

Contoh diatas mengidentifikasikan hanya sebagian kecil dari penemuan ilmiah arkeologi yang telah digali di dalam atau di dekat Kota Daud. Umat Kristen dapat berterimakasih untuk bukti yang diberikan dari penggalian arkeologi. Hal tersebut memberikan inspirasi bahwa “Perkataan Allah” tidak pernah salah.

ARKEOLOGI SEBAGAI KONFIRMASI ALKITAB

Semakin banyak antrian dari mereka yang menganggap catatan alkitab hanyalah sebuah mitor. Hentakan pertentangan terus berlanjut antara mereka yang percaya dan mereka yang mencemooh inspirasi akurasi dari alkitab.
“Yesus menjawab, ''Percayalah! Kalau mereka diam, batu-batu ini akan berteriak.” (Lukas 19:40). Dia menunjukkan apa yang akan terjadi jika murid-muridNya tidak memberikan kesaksian tentangNya
Murid-murid pertama Yesus (para rasul) tidak berkeliling untuk memberikan kesaksian langsung kepada kita, tetapi kita beroleh inspirasi melalui “Perkataan Allah”, yang mereka tuliskan. Disamping itu kita juga memperoleh kesaksian yang cukup signifikan dari “batu-batu” yang benar-benar menjadi saksi bagi kebenaran dan inspirasi dari “Perkataan Allah”. Bukti fisik yang digali oleh peneliti dapat dan memang berbicara kepada kita melalui disiplin arkeologi biblikal.
Archae berasal dari bahasa Yunani yang berarti “kuno” dan ology, yang berasal dari logika Yunani yang menunjuk pada sains. Dengan demikian arkeologi adalah studi tentang hal-hal yang kuno.

Mengupas Asal-Usul Arkeologi

Flinders Petrie dari Inggris dianggap sebagai seseorang yang meletakkan metodologi arkeologi sebagai salah satu dari cabang sains. Dia dihargai karena proses transformasi arkeologi dari sebuah perburuan harta karun menjadi sebuah disiplin untuk mencari informasi tentang masa lalu. Metode arkeologi mulai diterapkan dengan tepat mulai abad 19 untuk penggalian situs-situs sejarah.

Fakta yang aneh dalam hal ini adalah bahwa orang yang sebenarnya memberikan kontribusi terhadap proses ini bukanlah seorang peneliti melainkan seorang penakluk dari Perancis yaitu Napoleon Bonaparte. Ketika penaklukannya tehradap Eropa dan Timur Tengah, Napoleon tiba di Mesir pada akhir 1700 an untuk membangun Terusan Suez yang secara dramatis mengurangi waktu tempuh pelayaran untuk rute dagang dari Perancis ke India. Di Mesir, sebelum peperangan di perairan dekat piramid Gizeh yang terkenal, dia menyatakan kepada prajuritnya, “Abad keempat puluh memandangmu dari piramid ini.”

Rasa keingintahuan mendorongnya mempelajari budaya Mesir dan mencoba menguraikan tulisan bergambar yang dipandangnya di monumen kuno. Untuk tujuan itu dia membawa serta 175 sarjana Perancis dan penelitia, dan bersama mereka membangun institut di Mesir untuk mempelajari tulisan dan relik kuno di area tersebut.

Penguraian hieroglif Mesir (kata tersebut sebenarnya berarti tulisan kuno atau tulisan pendeta) sebagian besar dapat diatribusikan pada peneliti muda pada saat itu, Jean Francois Champollion. Terjemahan akurat besar-besaran mampu disediakan dalam sebuah penemuan situs batuan basal hitam dalam tahun 1799 oleh tentara Perancis di kota Rosetta. Hingga sekarang penemuan yang dikenal sebagai Batu Rosetta, mengandung inskripsi trilingual dalam hiroglif Mesir, demotic (bentuk penyederhanaan dari hiroglif Mesir) dan Yunani. Dengan batu tersebut sebagai kuncinya, Champollion pada tahun 1822 akhirnya berhasil menguraikan hiroglif kuno.

Penguraian makna hiroglif tersebut membawa penerangan terhadap budaya Firaun, dan kelas pelajar Eropa memperoleh pengetahuan dalam subjek yang mempesona tersebut. Tak lama sesudahnya, banyak arkeologis amatir yang mencoba memperoleh ketenaran dan keberuntungan, menemukan monumen yang mengagumkan dan harta karun lainnya. Museum di seluruh Eropa dan Amerika saling berlomba untuk memenuhi koleksi mereka dengan penemuan-penemuan yang mengagumkan.
Makam Tutankhamen yang berisi harta karun yang ditemukan tahun 1922, adalah satu dari yang paling spektakuler. Banyak pelopor arkeologi yang diharga usahanya dan berhak menjadi bagian dari sejarah.

Penguraian Makna Tulisan Kuno

Di bagian lain wilayah tersebut, tulisan kuno pada monumen atau objek lain menunggu untuk diuraikan maknanya. Guratan-guratan aneh, cap yang menyerupai gambar burung, ditemukan dalam lembaran tanah liat yang dikeraskan. Pada awalnya beberapa ilmuwan mengira hal tersebut lebih merupakan hiasan daripada tulisan. Karena tanda tersebut sepertinya dibuat dengan menggunakan sejenis pisau pahat pada tanah liat lunak, para ahli menamakannya cuneiform atau bentuk surat yang ditulis menggunakan cunei; yang merupakan bahasa latin untuk pahat (dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai prasasti).

Kredit untuk penguraian makna prasasti tersebut sebagian besar diberikan kepada agen pemerintahan Inggris, Henry C. Rawlinson, bermarkas di Persia. Dia memulai studi sistematis terhadap prasasti yang ditemukan pada inkripsi Behistun Rock atau yang dikenal sebagai “Prasasti Rosetta Stone”.

Ribuan tahun sebelumnya, Darius Agung, raja Persia, pada tahun 1700 pernah berada di kaki pegunungan batu ini memandang ke arah lembah memahatkan catatan tentang perbuatan luar biasanya. Inskripsi tersebut muncul dalam tiga bentuk naskah: Persia, Elamite, dan Babilonia dalam model tulisan prasasti. Dalam periode lebih dari dua tahun, Rawlinson pergi ke situs tersebut dan melakukan pendakian penuh bahaya; bergantungan di seutas tali sambil secara seksama mengartikan inkripsi tersebut. Hingga tahun 1847, dia berhasil menguraikan makna tulisan prasasti, membuka pemahaman tentang budaya Babilonia dan sejarah dunia. Untuk upayanya ini, Rawlinson menerima gelar kebangsaan dari Ratu Victoria pada tahun 1855.

Penggalian Kota yang Hilang

Seorang lagi berkebangsaan Britania, Austen Henry Layard, menorehkan inspirasi dari penemuan dan kemasyuran yang diperoleh seperti Champollion dan Rawlinson. Layar mulai menggali di Iraq, tanah air kekaisaran Assyria dan Babilon ribuan tahun yang lalu. Dia melakukan penggalian untuk menemukan kota besar yang disebutkan dalam alkitab termasuk Nineveh yang menjadi ibukota Assyria dan Calah sebagai salah satu kota terbesarnya. Banyak artifak Assyria ditemukan termasuk sapi jantan bersayap yang terkenal dan artifak penting Assyria dan Babilonia lainnya; yang kemudian dibawa ke British Museum. Dia juga memperoleh gelar bangsawan dari Ratu Victoria.

Tidak hanya arkeolog Perancis dan Inggris, arkeolog Jerman juga memulai pencarian mereka untuk memperoleh kekayaan dan ketenaran. Heinrich Schliemann salah satunya, memulai pencarian terhadap kota legendaris Troy, yang dideskripsikan oleh Homer (penyair kuno Yunani). Karena menganggap bahwa sajak-sajak Homer hanya sebagai imaginasi murni, para kontemporer mencemooh usaha Schliemann, menganggapnya sebagai sebuah mimpi. Namun cukup mengejutkan, bermula dari penggambaran dalam Iliad karya Homer dan karya-karya penulis Yunani lainnya, Schliemann memulai penggalian. Pada tahun 1871, dia menemukan puing-puing kota kuno Troy.

Mengikuti jejak-jejak perjalanan yang terpisah-pisah tersebut, berikutnya muncul arkeologis yang akan melakukan studi sekaligus membuat klasifikasi penemuan-penemuan tersebut dalam bentuk yang sistematis, sehingga mendorong dilahirkannya metodologi ilmiah dalam bidang arkeologi.

Masa-masa Skeptisisme

Sayangnya, semangat ketenaran dan harta dari banya arkeologis awal ini juga mengarahkan pada klaim tentang tidak adalah penemuan tentang situs-situs dalam alkitab. Beberapa dari klaim tersebut seperti perkiraan tentang ditemukannya tambang milik Raja Salomo dan makam Daud, belakangan terbukti salah. Benih-benih keraguan mulai muncul dalam kaitannya dengan akurasi catatan dalam alkitab.
Abad 20 mewarisi skeptisisme yang bermula pada ratusan tahun sebelumnya. Charles Darwin dan ilmuwan lain yang mendukung teori evolusi, telah menempatkan penjelasan tentang asal usul dan perkembangan makhluk hidup yang terpisah dari Penciptanya. Catatan tersebut mendorong munculnya berbagai pertanyaan tentang kesejarahan dari alkitab.

Kekuatan pemikiran lain juga berkembang kuat di Eropa dipelopori oleh Karl Marx, yang dalam pandangan ekonomi, interpretasi materialistik dari sejarah, tidak memperhitungkan Allah dan mujizatNya. Banyak sarjana mengejek catatan dalam alkitab sebagai mitos. Alkitab menjadi permainan kritik; pertentangan antara mereka yang meyakini dan tidak meyakini inspirasi dan akurasiNya.

Sarjana alkitab dan teologi dari masa tersebut mendeklarasikan bahwa alkitab lebih baru asal usulnya dibandingkan dengan apa yang diklaim; beberapa berpendapat bahwa masyarakat dalam Perjanjian Lama bahkan tidak tahu bagaimana membaca dan menulis. Beberapa sarjana bahkan menyimpulkan bahwa sebagian besar dari Perjanjian Lama tidak lebih dari mitos.

Penulis Norman Geisler dan Paul Feinberg memberikan observasi: “Mungkin contoh terbai dari mereka yang memegang keyakinan “alasan terhadap wahyu” dikenal sebagai liberal atau kritikus tinggi.” Secara kasar, hal ini mengacu pada pergerakan teologikal yang memancar dari pemikiran abad 17 dan 18 di Eropa. Pemikiran tersebut dipengaruhi Spinoza, Kant, dan Hegel, yang menyimpulkan secara manusiawi bahwa sebagian atau seluruh dari alkitab bukanlan wahyu dari Allah. Kritik tingkat tinggi lainnya termasuk dari seseorang seperti Jean Astruc (1684-1766) dan Julius Wellhausen (1844-1918).

“Berlawanan dengan sejarah, pandangan ortodoks bahwa alkitab adalah Perkataan Allah, kaum liberal percaya bahwa alkitab semata-mata mengandung Perkataan Allah. Ketika mereka menerapkan kanonikasi alasan manusiawi atau sarjana modern terhadap alkitab, mereka merasa bahwa beberapa dari isinya bersifat kontradiktif, dan lainnya semata-mata hanya merupakan fabel atau mitos. Beberapa kisah dalam Perjanjian Lama ditolak berdasarkan kritik tersebut karena event tersebut sepertinya bersifat imoral (Introduction to Philosophy, a Christian Perspective, 1980, p. 261).
Menolak inspirasi ketuhanan dari alkitab, arkeologis dari institut biblikal liberal membiarkan diri mereka dipengaruhi oleh jaman skeptisisme teologi tersebut. Secara sadar atau tidak sadar, mereka menjadi bias terhadap catatan alkitabiah.

Pandangan Skeptis tentang Jatuhnya Tembok Jericho

Sebuah contoh tentnag bias tersebut mengemuka berkaitan dengan jatuhnya tembok Jericho. Menurut catatan alkitab, Jericho dihancurkan oleh bangsa Israel dibawah pimpinan Yosua ketika mereka mulai menaklukkan tanah yang dijanjikan. Akan tetapi penggalian terhadap situs Jericho mengarahkan arkeolog Britania Kathleen Kenyon untuk menolak versi alkitab.

Dalam Biblical Archaeology Review, arkeolog Bryant Wood menjelaskan pandangan anti-alkitab awal: “Bukti-bukti arkeologis memiliki konflik dengan bukti-bukti alkitab bahkan memberikan penyangkalan. Berdasarkan pada kesimpulan Kenyon, Jericho menjadi contoh pertunjukan tentang sulitnya ketika berusaha mengkorelasikan penemuan arkeologi dengan catatan alkitab dari penaklukan Kanaan. Banyak sarjana menuliskan bahwa catatan alkitab hanyalah sebagai cerita rakyat dan retorika religius. Dan disinilah permasalahan yang telah bertahan hingga 25 tahun.”(Bryant Wood, Biblical Archaeology Review, March-April, 1990, p. 49).

Pengkajian Ulang terhadap Bukti

Sebuah re-evaluasi terhadap hasil kerja Kenyon menunjukkan bahwa kesimpulannya yang menentang kronologi alkitab layak dicurigai, sementara catatan alkitab memperoleh dukungan bukti yang kuat. Wood mempelajari bahwa: “Metode penggalian Kenyon dan laporan detail tentang pekerjaannya tidak ditempatkan pada kerangka kerja analitisnya. Ketika bukti pelajari secara kritis, tidak ada dasar untuk anggapannya bahwa Kota IV (tingkat dari kota yang dianggap berhubungan dengan masa Yosua) dihancurkan pada pertengahan abad 16 sebelum masehi.”(ibid., p. 57).

Majalah Time menambahkan sebagai berikut: “Lebih dari tiga dekade, konsensus telah menentang versi alkitab (dari runtuhnya tembok Jericho). Arkeolog Britania terakhir Kathleen Kenyon menyatakan pada tahun 1950an bahwa jika kota tersebut memang dihancurkan, tetapi hal itu terjadi sekitar 1550 SM., sekitar 150 tahun sebelum kemunculan Joshua. Tetapi arkeolog Bryant Wood … mengklaim bahwa Kenyon salah. Berdasarkan re-evaluasi yang dilakukan terhadap penelitian Kenyon, Wood menyatakan bahwa dinding kota mungkin runtuh pada saat yang tepat seperti dinyatakan dalam alkitab … Menurut Wood: ‘Seperti saya lihat adalah kisah dalam alkitab adalah benar’.”(Time, March 5, 1990, p. 43).
Dan seterusnya, perdebatan tentang akurasi alkitab terus terjadi antara arkeolog konservatif dan liberal.

Penemuan Memberikan Verifikasi Catatan Alkitab

Ketika memasuki abad 20an, beberapa arkeolog memperoleh jalan terang bagi catatan alkitab. Awal tahun 1900an, penggali Jerman dibawah pimpinan Robert Koldewey membuat peta tentang ibukota Babilon kuno dan menemukan bahwa hal tersebut berhubungan dengan deskripsi alkitab. Sejarah dan budaya Mesir secara umum tepat sesuai dengan catatan alkitab. Sekop arkeolog telah membuka bukti tentang masyarakat kuno lain yang dicatat dalam naskah alkitab. Salah satunya adalah kerajaan Hittite, yang hanya disebutkan dalam alkitab, yang telah diabaikan oleh banyak kritik sebagai hanya sebatas mitologi. Seperti disebutkan Gleason Archer: "Referensi [dalam alkitab] tentang kerajaan Hittites diperlakukan dengan keraguan dan dicap sebagai fiksi pada bagian akhir penulis Taurat” (A Survey of Old Testament Introduction, 1974, p. 165).

Akan tetapi, penggalian di Syria dan Turki mengungkapkan banyak dokumen dan monumen tentang Hittite. Penemuan ini membuktikan Hittite pernah menjadi kerajaan yang kuat dengan kekaisaran terbentang dari Asia Minor hingga sebagian Israel. Penemuan yang juga penting adalah tentang Gulungan Laut Mati, tertulis dalam naskah yang menggunakan bahasa Ibrani kuno. Gulungan tersebut ditemukan di goa dekat dengan Laut Mati pada tahun 1947. Beberapa diantaranya adalah naskah asli Perjanjian Lama yang ditulis lebih dari 100 tahun sebelum Kristus. Akan tetapi, permasalahan yang diangkat oleh kritik sebelumnya tentang otentifikasi alkitab terlanjur mengguncang iman banyak orang.

Penambahan Dimensi Pemahaman

The International Standard Bible Encyclopedia menjelaskan: "Terdapat beberapa sarjana era sembilanpuluhan yang meyakinkan bahwa Abraham, Ishak, Yakub, dan bahkan Musa sebenarnya hanyalah hasil imaginasi pengarang Israel. Tetapi arkeologi telah menempatkan orang-orang tersebut dalam dunia nyata. Sebagai hasilnya, sarjana seperti John Bright, setelah menuliskan sebanyak tiga puluh halaman tentang subjek tersebut, dapat menuliskan, ‘Gambaran alkitab tentang patriarkhi sangat mengakar dalam sejarah..’ Arkeologi menyuplai alat pemahaman tentang banyak situasi alkitabiah; bidang tersebut memberikan dimensi tentang realitas untuk menggambarkan sesuatu yang di sisi lain sepertinya asing dan entah mengapa terasa tidak nyata. Dengan demikian arkeologi menyediakan sebuah elemen kredibilitas. Sementara jika orang-orang beriman tidak memerlukan bukti, namun mereka akan sangat membutuhkan dasar untuk meyakini bahwa iman mereka beralasan dan tidak hanya sebagai fantasi.
Dengan mensuplai material dari waktu dan tempat alkitabiah, dan dengan menginterpretasikan data tersebut akan memberikan konteks realitas dari kisah dalam alkitab dan dasar alasan untuk iman alkitabiah (1979, Vol. 1, p. 244).
Penemuan arkeologi di Mesir dan Irak telah menjadi konfirmasi yang sangat berharga tentang catatan alkitabiah. Akan tetapi masih banyak bukti yang terpendam di bawah permukaan. Sebagian besar teritori dari kerajaan Israel dan Yehuda dalam alkitab tetap harus di eksplorasi secara arkeologis. Hingga akhir Perang Dunia I, ketika wilayah tersebut berada di bawah kendali Britanialah dimulainya survey dan penggalian yang terus berlanjut.
Setelah deklarasi Balfour dalam tahun 1917, bangsa Yahudi mulai datang di Palestina; Inggris, Amerika, dan bangsa lain bergabung dalam penggalian oleh bangsa Yahudi terhadap tanah kelahiran nenek moyang mereka. Hingga sekarang terdapat 300 penggalian berjalan di Israel, sebuah jumlah yang sangat besar untuk negara berukuran panjang 200 mil dan lebar 60 mil.

Arkeologi Mendorong Orang untuk Beriman

Berlimpahnya bukti arkeologis dalam mendukung alkitab dapat memperkuat iman, dan dalam beberapa hal memberikan kontribusi kelahiran baru bagi pengiman yang sebelumnya tidak ada.

Sebuah contoh bukti fisik terbangunnya iman seseorang adalah dalam hidup seorang berkebangsaan Inggris yaitu William M. Ramsay (1851-1939). Dilahirkan dalam kemewahan, Ramsay dibesarkan sebagai anak yang patuh oleh orang tuanya yang atheis. Dia lulus dari universitas Oxford dengan gelar doktor dalam bidang filsafat dan menjadi profesor di universitas Aberdeen.
Memutuskan untuk merusak akurasi historis dari alkitab, dia mempelajari arkeologi dengan tujuan mencari bukti yang menentang catatan alkitab. Ketika siap dengan peralatan dan pengetahuan ilmiah di bidang tersebut, dia pergi ke Palestina dan fokus pada Kisah Para Rasul, yang dia harapkan sepenuhnya akan ditolak dan hanya dianggap tidak lebih dari mitos.

Setelah bekerja selama hampir seperempat abad, Ramsay terpukul dengan ketepatan dari kitab Kisah Para Rasul. Dalam pencariannya untuk bukti yang menolak alkitab, Ramsay menemukan banyak fakta yang justru memberikan konfirmasi terhadap akurasinya.

Dia harus mengakui bahwa catatan Lukas tentang kejadian dan setting yang dicatat dalam narasinya merupakan kejadian yang tepat hingga ke detail terkecilnya. Jauh dari upaya penyerangan terhadap alkitab, Ramsay justru menuliskan sebuah buku, St. Paul, the Traveller and Roman Citizen, yang memberikan dukungan terhadap alkitab.

Pada akhirnya, William Ramsay mengguncang dunia intelektual dengan menuliskan bahwa dia telah masuk dalam dunia Kristiani. Ironisnya, orang yang berangkat untuk mencari bukti yang menentang alkitab, justru berakhir pada penerimaan terhadap alkitab sebagai Perkataan Allah karena eksplorasi dan penemuannya. Untuk kontribusinya terhadap pengetahuan alkitabiah dengan banyak bukunya, dia juga menerima gelar bangsawan.
Studi arkeologi dapat membantu memperkokoh iman. Hal tersebut memungkinkan kita untuk memperoleh perjalanan waktu mundur yang mempesona untuk mempelajari batu dan artifak yang menjadi saksi bisu namun mengandung bukti kebenaran yang menciptakan kesaksian tentang kebenaran dalam alkitab. Apa lagi yang akan ditemukan? Artikel ke depan akan menjelaskan tentang penemuan yang paralel dan memberikan titik terang bagi catatan alkitab.